 |
Penulis : Sultan Saragih, bekerja di Kajian Budaya Rayantara. |
SITUS DOLOG BATU NANGGAR, SEBAGIAN BESAR HILANG DAN TERJUAL “SIMALUNGUN,
belum saat nya ku banggakan, kecuali deretan panjang berbaris “Pekerjaan
Rumah” memasuki halaman runyam sejarah dan budaya. Aku selalu menulis,
sebab hanya dengan ini sejarah dapat ku sampaikan. Aku selalu menulis,
sebab hanya baru ini yang dapat ku kerjakan. Barangkali sekarang tidak
berguna, tapi kelak pasti ada manfaat nya.”
Baru kali ini, aku melihat foto situs simalungun berbentuk piramid.
Pertama, aku segera menghubungi si pemiliki foto di dunia maya bernama
Azzam, kedua meminta jadwal bertemu dengan Pak Aslian yang bersedia
menghantarkan penulis ke lokasi.
Dolok Maraja sebuah kampung kecil yang hanya berjarak 2 km dari tepi
jalan raya medan, tepat nya masuk melalui simpang Sinaksak. Bila naik
kendaraan roda dua, dari kota siantar jarak nya hanya setengah jam
perjalanan. Pak Aslian lahir dan besar di kampung Dolog Maraja, kini
bekerja sebagai Tata Usaha di SMP-SMU Muhamadiyah Siantar. Mengisi waktu
luang sore hari, ia memiliki peternakan sapi dekat rumah, jadi setiap
hari harus digembalakan. Berkunjung ke rumah nya, ia mencoba mengurai
ingatan nya semasa kecil tentang keberadaan batu bersejarah tersebut.
Selain itu, ia memberi saran kepada narasumber lain nya Bapak Juang
Damanik (pihak boru dari Partuanon Dolog Batu Nanggar). Menurutnya,
Bapak Juang Damanik lebih paham karena masih memiliki garis silsilah,
Bapak Aslian lalu menghantar ke 4 titik lokasi situs yang berada di
parhutaan (kampung), pertama tempat panggalangan (memberi sesembahan
kepada leluhur) berbentuk piramid, kedua Batu Besar yang berada di tepi
sungai Bah Hapal sebagai asal mula nama partuanon tersebut, ketiga
kompleks makam leluhur, serta ke empat berupa kumpulan pecahan batu
pangulu balang, batu dengan lubang seperti lesung, batu segi empat di
tengah permukiman warga kampung.
Masa kanak kanak, kira kira tahun 1985, Pas Aslian ingat sekali
bagaimana ia ikut merebut uang logam yang dilemparkan pada acara
perbaikan makam leluhur Partuanon Dolog Batu Nanggar. Acara tersebut
dilaksanakan dengan gonrang selama 7 hari 7 malam, dimana salah satu
kerabat dari Tanjung Pinggir juga meminta tulang belulang leluhur nya
ikut dipindahkan ke lokasi tersebut. Sebagian wilayah menjadi tempat
penggembalaan kerbau.
Ia juga menuturkan berdasarkan cerita orang kampung tentang
keberadaan batu bersejarah lainnya yang telah hilang dan di jual hingga
ke Bali berupa arca perempuan bersidekap tangan, kuali kuno, tugu di
kompleks pecahan patung pangulu balang. Beberapa batu lagi hilang dan
berserakan di antara permukiman penduduk.
Usai melintasi ke empat situs tersebut, Pak Aslian menyarankan penulis
langsung ke rumah Bapak Juang Damanik di Kota Serbelawan agar
mendapatkan informasi yang lebih lengkap.
Berikut pemaparan dari Bapak Juang Damanik :
Tuan Bosi Purba Girsang adalah sipukkah huta Partuanon Dolog Batu
Nanggar, dari administrasi kecamatan sekarang disebut Dolog Maraja,
dengan pusat pemerintahan Pamatang Dolog sebagai bagian dari wilayah
Harajaon Panei. Tuan Bosi Purba Girsang pada saat itu menjabat sebagai
wakil pemerintahan dari Harajaon Panei. Batu Nanggar berasal dari kata
simalungun “Nanggar” yang berarti landasan. Situs Batu Besar di tepi Bah
Hapal tersebut sebagai asal mula kata Batu Nanggar, yaitu batu landasan
digunakan untuk menutupi lubang besar.
Pada masa pemerintahan nya, Tuan Bosi Purba Girsang “tersandung” oleh
masalah blasting (pajak) sehingga diberhentikan (non aktif) oleh Raja
Panei. Anak laki laki dari Puang Bolon telah meninggal, sedangkan anak
dari Puang Parumah, Tuan Badja Purba masih sekolah di Medan. Kemudian,
kedudukan nya diganti oleh Tuan Dolog Hataran. Kelak, Tuan Badja Purba
mengambil puteri Raja Siantar – Tuan Riah Kadim sehingga diangkat
kembali sebagai pejabat pemerintahan partuanon Dolog Batu Nanggar.
(Catatan : Tuan Marihat dari Kerajaan Siantar memiliki 3 puteri – boru
Damanik – yang dipersunting oleh Raja Panei, puteri kedua oleh Raja
Purba, Tuan Mogang Purba Pak Pak dan ketiga Tuan Bosi Batu Nanggar)
Pada masa selanjutnya memasuki masa kemerdekaan, Tuan Badja Purba
menjabat sebagai Bupati Simalungun pertama, meneruskan karir sebagai
Kepala Wilayah Sumatera Timur, pada periode selanjut nya menjabat
sebagai Bupati Langsa, kemudian Bupati Labuhan Batu dan terakhir sebagai
Bupati Karo.
Hingga saat kini, anak Tuan Badja Purba, yakni Tuan Mondan Purba Girsang
menjadi penerus selanjutnya. Tapi sampai sekarang kita tak tahu,
mengapa situs situs bersejarah tersebut tidak dirawat dan dilestarikan,
bahkan hilang dan dijual.
Sengketa Tanah Hak Ulayat Partuanon Dolog Batu Nanggar
Berdasarkan keterangan dari Pak Aslian dan Bapak Juang Damanik, ada
sebidang tanah seluas 3 hektar milik Partuanon Dolog Batu Nanggar yang
menjadi sengketa. Pada masa empat Pangulu sebelum nya tidak berani
memberikan surat tanah, tapi Pangulu sekarang memberikan rekomendasi
kepemilikan tanah atas seorang pendatang yang berasal dari Binjai.
Pendatang tersebut menyatakan mendapat mimpi dari kakek nya bahwa tanah
tersebut warisan mereka, akhir nya menang di pengadilan. Pihak penggugat
dari Partuanon Dolog Batu Nanggar masih melakukan “naik banding” sebab
memiliki surat Grand Raja yang ditanda tangani Raja Panei bahwa tanah
tersebut tanah lebih yang diberikan kepada Badan Agraria.
Berbicara tentang Simalungun adalah deretan panjang “Pekerjaan Rumah”
di halaman rumah, situs yang terabaikan dan Hak Ulayat yang dirampas.
Terima kasih kepada Pak Aslian dan Bapak Juang Damanik (hasusuran
Partuanon Dolok Malela – Damanik Tomok Huta Mula) atas informasi yang
diberikan. Besok kita akan mulai bekerja lagi.
Horas ... !!!
Salam Habonaron Do Bona.